Ruhut Bisa Jatuh, Tapi Tidak Boleh Roboh

Tidak ada kawan dan musuh sejati. Di dunia politik, kesejatian yang sejati adalah kepentingan. Kawan bisa berubah menjadi lawan, dan lawan bisa pula menjadi kawan. Ruhut Sitompul adalah bukti kebenaran “ayat politik” keindonesiaan, setidaknya sampai saat ini.

Ruhut yang anak Medan dan pernah lama di Aceh itu adalah kawan Anas dan juga SBY. Sebagai kawan mereka saling mendukung untuk meraih kepentingan berkuasa. Ya sebagai presiden, ya sebagai Ketua Partai Demokrat.

Ruhut adalah cermin diri kesetiaan pertemanan. Sayangnya, sebagai anak sumatera, Ruhut berpolitik dengan sepenuhnya kesetiaan. A kata pimpinan maka A lah kata Ruhut. Polos dan apa adanya, termasuk terus terang dan terang terus, termasuk dalam berpolitik.

Begitu SBY mengatakan siap memimpin “perang’ terhadap pelaku korupsi maka “prajurit” Ruhut hanya ada satu pilihan, menyerbu koruptor, termasuk di barisan sendiri. Tidak ada ampun, bahkan kepada pimpinan sendiri, walau baru disebut-sebut terindikasi melakukan korupsi, oleh publik.

Bagi Ruhut, indikasi menurunnya elektabiltas Demokrat bagai virus yang menyerang barisan. Sebagai anak tentara, Ruhut paham betul konsekuensi jika kelemahan merasuki pasukan. Tidak ada kemenangan dalam kelemahan.

Untuk itu, sebagai kawan sejati, Ruhutpun vokal mengumandangkan seruan mundur kepada siapa saja yang sudah disebut-sebut terindikasi korupsi.

Sayangnya, Ruhut lupa, ia tidak sedang berada di sumatera. Dia juga lupa tidak sedang di negeri Aceh, yang lazim dengan serang menyerang. Di Aceh, mundur karena serangan adalah kesatria, sedang mundur karena “dihalusi” adalah kehinaan.

Kini, Ruhut tersadar jika ia sedang berada di medan laga penuh tata kesantunan. Semuanya dibalut dengan kesantunan, termasuk harus dengan santun mendepak orang lain. Kini pula, jurus kehalusan dalam mendepak terkena pada dirinya sendiri.

Ruhut terkejut, dan tersadar jika dirinya memang tidak sedang di tanah sumatera. Ruhut terhina dan tercampak apalagi ketika tidak ada yang membela, termasuk oleh kawan yang dipujanya, yang didukungnya, dan yang dibelanya.

Kita hanya berharap, Ruhut tidak boleh “roboh.” Sebagai anak tentara Bang Ruhut tidak boleh takut, sebagai anak Medan Ruhut tidak boleh gentar, dan sebagai sosok yang pernah lama tinggal di Aceh tidak boleh ada kata menyerah.

Terus berjuang, Bang. Teriakkan terus kata “turun” duhai para koruptor. Indonesia bersih, adalah Indonesianya anak-anak masa depan. Horas, Bang!

Tinggalkan komentar